Perjalanan yang melelahkan telah dimulai sejak pukul 05.00
Wita di hari Rabu, 5 september 2012. Dengan Bus Cahaya Biru yang penuh sesak
dengan manusia dan barang, kami bergerak cepat menuju Naikliu, ibu kota Kecamatan
Amfoang Utara, Kabupaten Kupang. Ini merupakan perjalanan pertama saya ke wilayah
ini setelah kurang lebih 10 Tahun berada di Kota Kupang. Saya menuju ke Amfoang Utara sebagai bagian
dari menunaikan tugas yang akan saya jalani bersama Bengkel APPeK dalam Program
Penguatan Kapasitas Perempuan Tani Serabutan. Perjalanan lancar-lancar saja
ketika bis melewati jalanan beraspal mulus dari kupang sampai Desa Kalali di
Kecamatan Fatuleu Barat.
Kami tiba di Rumah Makan Kasih di Desa Kalali yang dikelola
oleh orang Timor pukul 07.30 Wita, yang mana ini adalah satu-satunya Rumah makan yang akan kami temui sepanjang
perjalanan ke Naikliu. Setelah bus berhenti, semua penumpang bergegas turun dan
menuju rumah makan tersebut untuk membeli makan dan juga makan di rumah makan
ini. Saya bersama beberapa penumpang memutuskan untuk membeli saja nasi bungkus
dengan maksud, pada perhentian berikutnya baru akan kami makan. Setelah 40
menit berada di rumah makan tersebut, bis mulai bergerak kembali menyusuri
jalanan berkerikil yang berdebu.
Debu menyambut kami dalam perjalanan yang pada awalnya saya
kira akan singkat itu. Ternyata dugaan saya meleset jauh. Kami terus bergerak
secara perlahan yang saya perkirakan kecepatan bis tidak lebih dari 40 sampai
60 Km perjam, melewati jalanan yang berlubang dimana-mana dan berdebu. Dalam
pikiran saya, Negara Indonesia Telah merdeka selama 67 Tahun, tetapi kondisi
wilayah ini jauh dari sentuhan pembangunan kemerdekaan. Rumah penduduk yang
masih tradisional dan jauh dari kesan rumah sehat terhampar sepanjang jalan,
sungai-sungai kering yang tanpa jembatan, yang jumlahnya puluhan. Hewan-hewan
berkeliaran di antara rumput-rumput yang sudah mengering dengan dihiasi
pepohonan yang meranggas karena kekeringan.
Ketika kami melewati wilayah Kecamatan Amfoang Barat Daya,
saya menyaksikan bekas tenda perayaan 17 agustus yang masih berdiri kokoh. Saya
lantas membayang kondisi dimana masyarakat berbondong-bondong merayakan 17 agustus yang merupakan hari keramat bagi
bangsa Indonesia. Tetapi dibalik euforia 17 agustus yang telah berlalu, ternyata
masyarakat hidup dalam kondisi yang sungguh memprihatinkan. Mengapa
demikian? Karena dengan kondisi dimana
ada begitu banyak sungai yang tidak memiliki jembatan, maka ketika musim hujan
tiba, praktis seluruh wilayah di Amfoang akan terisolasi.
Kami tiba di Amfoang Barat Laut, waktu menunjukan pukul
14.00, perut sudah keroncongan sejak
tadi, tetapi tidak ada tanda-tanda akan beristrahat. Saya menanyakan kepada
kondektur apakah bis akan berhenti…?? Kondektur mengatakan bahwa kita sudah
dekat dengan Naikliu jadi tidak akan berhenti lagi. Sedangkan seluruh bagian
bis penuh debu, termasuk rambut penumpang yang sebelumnya hitam, sekarang sudah
berubah jadi putih karena penuh debu.
Dalam kondisi kelaparan, saya bersama seorang penumpang lain
yang bernama Bapak Nahum Lake memutuskan untuk makan di dalam bis yang sedang
bergerak. Debu bercampur keringat menyatu dalam makanan yang kami nikmati. Sekalipun
kondisi yang tidak baik, tetapi karena lapar, kami tetap menghabiskan makanan kami
dalam kondisi terguncang dan berdebu.
Pukul 15.30 wita, bis memasuki desa Afoan, kecamatan Amfoang Utara. Di sana
sementara sedang dibangun pelabuhan feri yang nantinya akan melayani kapal
feri Alor-Kupang. Kami tiba di Naikliu
pukul 16.00 wita, dimana kesan Kota Kecamatan di Naikliu langsung terasa.
Rumah-rumah penduduk semuanya tertata rapi dengan bangunan permanen dan
mengikuti gaya bangunan perkotaan. Belakangan saya ketahui bahwa ini adalah
kelurahan, dengan pertokoan dan juga ada sebuah bangunan mesjid selain gereja
yang ada di Nakliu. Ternyata kondisi jalan yang menggenaskan tersebut di
ujungnya ada sebuah kota pantai dengan pemandangan yang luar biasa karena pada
sore hari ada sunset.
Perjalanan yang sangat melelahkan, tetapi sungguh memberikan
pengalaman yang berbeda. Mungkinkah pembangunan di wilayah Amfoang bisa
berjalan dengan baik? Ini semua tergantung dari niat baik semua pihak untuk
dapat memperhatikan kondisi ini, sehingga wilayah Amfoang yang potensial ini
bisa menikmati pembangunan sebagaimana daerah lain di NTT.
Tetap semangat, Warga Amfoang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar