WELCOME

Terima Kasih, Telah Mengunjungi BloG Saya. Tinggalkan Komen Ya...

Selasa, 16 Oktober 2012

Meretas Asa Di Amfoang


Perjalanan yang melelahkan telah dimulai sejak pukul 05.00 Wita di hari Rabu, 5 september 2012. Dengan Bus Cahaya Biru yang penuh sesak dengan manusia dan barang, kami bergerak cepat menuju Naikliu, ibu kota Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang. Ini merupakan perjalanan pertama saya ke wilayah ini setelah kurang lebih 10 Tahun berada di Kota Kupang.  Saya menuju ke Amfoang Utara sebagai bagian dari menunaikan tugas yang akan saya jalani bersama Bengkel APPeK dalam Program Penguatan Kapasitas Perempuan Tani Serabutan. Perjalanan lancar-lancar saja ketika bis melewati jalanan beraspal mulus dari kupang sampai Desa Kalali di Kecamatan Fatuleu Barat.
Kami tiba di Rumah Makan Kasih di Desa Kalali yang dikelola oleh orang Timor pukul 07.30 Wita, yang mana ini adalah satu-satunya  Rumah makan yang akan kami temui sepanjang perjalanan ke Naikliu. Setelah bus berhenti, semua penumpang bergegas turun dan menuju rumah makan tersebut untuk membeli makan dan juga makan di rumah makan ini. Saya bersama beberapa penumpang memutuskan untuk membeli saja nasi bungkus dengan maksud, pada perhentian berikutnya baru akan kami makan. Setelah 40 menit berada di rumah makan tersebut, bis mulai bergerak kembali menyusuri jalanan berkerikil yang berdebu.
Debu menyambut kami dalam perjalanan yang pada awalnya saya kira akan singkat itu. Ternyata dugaan saya meleset jauh. Kami terus bergerak secara perlahan yang saya perkirakan kecepatan bis tidak lebih dari 40 sampai 60 Km perjam, melewati jalanan yang berlubang dimana-mana dan berdebu. Dalam pikiran saya, Negara Indonesia Telah merdeka selama 67 Tahun, tetapi kondisi wilayah ini jauh dari sentuhan pembangunan kemerdekaan. Rumah penduduk yang masih tradisional dan jauh dari kesan rumah sehat terhampar sepanjang jalan, sungai-sungai kering yang tanpa jembatan, yang jumlahnya puluhan. Hewan-hewan berkeliaran di antara rumput-rumput yang sudah mengering dengan dihiasi pepohonan yang meranggas karena kekeringan.
Ketika kami melewati wilayah Kecamatan Amfoang Barat Daya, saya menyaksikan bekas tenda perayaan 17 agustus yang masih berdiri kokoh. Saya lantas membayang kondisi dimana masyarakat berbondong-bondong merayakan 17  agustus yang merupakan hari keramat bagi bangsa Indonesia. Tetapi dibalik euforia 17 agustus yang telah berlalu, ternyata masyarakat hidup dalam kondisi yang sungguh memprihatinkan. Mengapa demikian?  Karena dengan kondisi dimana ada begitu banyak sungai yang tidak memiliki jembatan, maka ketika musim hujan tiba, praktis seluruh wilayah di Amfoang akan terisolasi.
Kami tiba di Amfoang Barat Laut, waktu menunjukan pukul 14.00,  perut sudah keroncongan sejak tadi, tetapi tidak ada tanda-tanda akan beristrahat. Saya menanyakan kepada kondektur apakah bis akan berhenti…?? Kondektur mengatakan bahwa kita sudah dekat dengan Naikliu jadi tidak akan berhenti lagi. Sedangkan seluruh bagian bis penuh debu, termasuk rambut penumpang yang sebelumnya hitam, sekarang sudah berubah jadi putih karena penuh debu.
Dalam kondisi kelaparan, saya bersama seorang penumpang lain yang bernama Bapak Nahum Lake memutuskan untuk makan di dalam bis yang sedang bergerak. Debu bercampur keringat menyatu dalam makanan yang kami nikmati. Sekalipun kondisi yang tidak baik, tetapi karena lapar, kami tetap menghabiskan makanan kami dalam kondisi terguncang dan berdebu.
Pukul 15.30 wita, bis memasuki desa  Afoan, kecamatan Amfoang Utara. Di sana sementara sedang dibangun pelabuhan feri yang nantinya akan melayani kapal feri  Alor-Kupang. Kami tiba di Naikliu pukul 16.00 wita, dimana kesan Kota Kecamatan di Naikliu langsung terasa. Rumah-rumah penduduk semuanya tertata rapi dengan bangunan permanen dan mengikuti gaya bangunan perkotaan. Belakangan saya ketahui bahwa ini adalah kelurahan, dengan pertokoan dan juga ada sebuah bangunan mesjid selain gereja yang ada di Nakliu. Ternyata kondisi jalan yang menggenaskan tersebut di ujungnya ada sebuah kota pantai dengan pemandangan yang luar biasa karena pada sore hari ada sunset.
Perjalanan yang sangat melelahkan, tetapi sungguh memberikan pengalaman yang berbeda. Mungkinkah pembangunan di wilayah Amfoang bisa berjalan dengan baik? Ini semua tergantung dari niat baik semua pihak untuk dapat memperhatikan kondisi ini, sehingga wilayah Amfoang yang potensial ini bisa menikmati pembangunan sebagaimana daerah lain di NTT. 
Tetap semangat, Warga Amfoang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar