WELCOME

Terima Kasih, Telah Mengunjungi BloG Saya. Tinggalkan Komen Ya...

Jumat, 28 Desember 2012

Deklarasi Eston-Paul di GOR Oepoi




Bertempat di GOR Oepoi-Kupang NTT, paket  Esthon-Paul yang didukung oleh Partai Gerindra dan Partai Damai Sejahtera secara resmi dideklarasikan pada hari Jumat (28/12/2012). Kegiatan ini juga sekaligus Natal bersama keluarga besar Gerindra dan PDS. Sebagaimana disaksikan oleh Miju Primus Blog’s, Paket Esthon-Paul disambut dengan tarian Perang dari Sumba dan sejumlah besar Satgas Partai Gerindra serta fungsionaris Gerindra dan PDS serta seluruh simpatisan dan pendukung Paket Esthon-Paul.

Hadir pada kesempatan ini Ketua DPP Gerindra Prof. Dr. Suhardi, Ketua DPW PDS NTT, Somie Pandie, Wakil Walikota Kupang serta semua tokoh adat dan perwakilan raja-raja dari seluruh NTT. Dalam orasi politiknya, ketua DPW PDS NTT, Somie Pandie mengatakan bahwa sejak awal, bahkan jauh sebelum Gerindra memutuskan untuk mendukung Esthon Foenay menjadi Calon Gubernur, PDS sudah lebih dahulu mendukung Esthon menjadi calon Gubernur NTT; kata Somie yang disambut dengan tepuk tangan meriah dari simpatisan pendukung Esthon yang hadir. Ketua DPP Gerindra, Prof. Dr. Suhardi dalam orasi politiknya menginstruksikan kepada semua kader partai Gerindra dan Caleg dari Partai Gerindra untuk bekerja keras menyukseskan Paket terbaik NTT yaitu Esthon dan Paul. Lebih lanjut Suhardi mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi setiap kader untuk tidak mendukung paket ini, karena apa yang diputuskan oleh DPP Gerindra adalah yang terbaik buat Rakyat NTT.

Reog Ponorogo dan Tarian Perang dari Alor serta Paduan suara Mazmur Coral dan Vokalista Manek ikut meramaikan deklarasi Esthon-Paul. Dalam orasi politiknya, Esthon menjelaskan kepada seluruh simpatasan dan kader yang hadir bahwa ketika terpilih maka pemerintahannya akan menggenjot sektor pariwisata sebagai lumbung untuk mendapatkann PAD sesuai dengan visi paket ini yaitu; Terwujudnya Masyarakat Nusa tenggara Timur yang Sejahtera dan Berdaya Saing dengan Menjadikan Pariwisata Sebagai Ujung Tombak Pembangunan. Utnuk mewujudkan visi besar itu, maka ada ada 3 misi yang harus dijalankan yaitu :
1.       Mewujudkan pelayanan dasar yang berkualitas dan terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat
2.       Menigkatkan daya saing daerah yang berbasis pada keunggulan lokal
3.       Mewujudkan pemerataan dan pembangunan daerah

Lebih lanjut, Esthon mengatakan bahwa untuk mewujudkan semua itu maka kita semua harus bekerja keras tidak hanya dengan doa, tetapi mewujudkannya dengan memberikan suara kepada paket Esthon-Paul pada tanggal 18 Maret 2013 di seluruh TPS yang ada di Nusa Tenggara Timur.

Langsung Mendaftar ke KPU

Setelah selesai deklarasi pada pukul 14.00 wita, paket ini langsung bergerak menuju KPU untuk mendaftar. Di KPU, massa terus bersama untuk memberikan dukungan moril sekaligus menyaksikan proses pendaftaran.

Rabu, 12 Desember 2012

Pembangunan Jalan PPIP Desa Railor, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu Diduga Bermasalah

Suasana Pertemuan Dengan KKP PPIP NTT
Masyarakat Desa Railor Kecamatan Malaka Tengah Kabupaten Belu, Rabu (12/12/2012) mendatangi Satker PPIP NTT untuk mempertanyakan proyek pembangunan jalan Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP) yang diduga bermasalah karena tidak sesuai dengan kesepakatan awal yang dilakukan bersama warga. Ketua KPP PPIP Desa Railor Kristina Telik yang didampingi oleh tokoh muda Malaka Hendrikus Fahik, SH dan Primus Nahak Miju,STP mengunjungi sekretariat PPIP di gedung kantor Direktorat Cipta Karya Kimpraswil NTT di Kupang untuk mempertanyakan sekaligus meminta klarifikasi dari pelaksana kegiatan tersebut.


Dihadapan Anis Tuan, PPK PPIP Provinsi NTT yang didampingi oleh Fasilitator Masyarakat Yerem Tefu dan TAMKA Jhon Radja,  Kristina Telik mengatakan bahwa sesuai kesepakatan awal, pengerjaan jalan raya tersebut menggunakan sirtu kali karena berdasarkan pengalaman program PNPM-MP di Desa itu, ketika pengerjaan menggunakan Batu Putih maka akan cepat rusak. Namun dalam perjalanannya ternyata pelaksanaan proyek tersebut tidak menggunakan sertu kali, tetapi menggunakan sertu gunung atau batu putih.  Lebih lanjut Kristina mengatakan bahwa dirinya tidak pernah diundang dalam kesepakatan kedua dan ketiga yang mana pada akhirnya meloloskan penggunaan sertu gunung tersebut. Kami sangat sesalkan kenapa hal itu bisa terjadi, padahal kita sudah sepakat untuk menggunakan sirtu kali, kami khawatir jalan terebut akan menjadi kubangan lumpur karena desa kami ada di daerah pesisir dan sering terkena dampak banjir. Jangan samapai ada unsur permainan harga dalam proyek ini? Tanya Kristina yang biasa di panggil Mama Kauk itu.

Untuk meyakinkan KPP PPIP, Mama Kauk menunjukan tandatangan dukungan masyarakat yang menolak penggunaan sertu gunung dalam pengerjaan jalan tersebut. dari hasil tandatanga dukungan warga itu terlihat ada 57 KK yang menandatangani surat penolakan tersebut.

Sementara itu Hendrikus Fahik, SH dalam pernyataannya mempertanyakan keseriusan dari pengelola terkait monitoring di lapangan. Jangan sampai ada upaya untuk menggelapkan atau menyunat dana dari PPIP ini sehingga pekerjaan ini dilakukan di luar kesepakatan bersama warga.

Mama Kauk (Kristina Telik)
Mejawab warga, Anis mengatakan bahwa akan mengutus tim untuk melakukan klarifikasi dalam waktu dekat sehingga tidak menjadi masalah di tengah masyarakat. Lebih lanjut Anis mengapresiasi warga yang telah bersama-sama mengawas proyek masyarakat sehingga pengunaan dana masyarakat ini benar-benar sesuai dengan kebutuhan warga.
Untuk itu, kita akan megutus tim untuk melakukan monitoring di lapangan, dan juga untuk sementara tidak akan ada pencairan dana sampai persolan ini selesai dan mendapat kata sepakat bersama warga;  dan juga masyarakat diminta untuk tetap melakukan pengawasan, dan bila ditemukan indikasi penyalahgunaan dana, segera laporkan kepada kita agar dapat ditindaklanjuti. Demikian kata Anis

Selasa, 06 November 2012

Kabupaten Malaka Terhambat karena Batas Lotas?


Kupang, Kupang-Online - Sejumlah elemen Mahasiswa asal Belu  yang menamakan diri SADANBETEMALAKA melakukan aksi damai, Senin (5/11/2012) mempertanyakan keseriusan pemerintah provinsi NTT dalam upaya menyelesaikan sengketa batas Lotas yang dinilai menghambat proses pembentukan Daerah Otonom Baru  Malaka.
Massa yang berjumlah kurang lebih 50 orang melakukan long march dari depan kampus Undana lama Naikoten menyusuri  jalan Soeharto dan berbelok menuju gedung DPRD NTT dan Kantor Gubernur NTT di jalan eltari Kota Kupang.
Dalam orasinya, Massa yang di koordinir oleh Agustinus Atok dan Koordinator Aksi Hila Suri mempertanyakan keseriusan pemerintah Provinsi NTT dalam menangani sengketa batas Lotas antara pemerintah Kabupaten Belu dan Pemerintah kabupaten Timor Tengah Selatan yang telah berlangsung lama, sehingga berdampak pada tertundanya pembentukan Kabupaten Malaka.
Mahasiswa menilai bahwa pemerintah Provinsi NTT di bawah Frans Leburaya dan Esthon Foenay tidak becus dalam mengurus persoalan itu. Mahasiswa membawa sejumlah spanduk yang bertuliskan kecaman kepada pemerintah provinsi NTT. Diantaranya  “Pemprov NTT tidak becus dalam menyelesaikan sengkketa Lotas; DOB Malaka Harga Mati; Indonesia tidak malu tapi kami orang malaka malu karena sinya TLS-TT selalu menjajah kami di Perbatasan.”
SADANBETEMALAKA merupakan gabungan dari  organisasi-organisasi mahasiswa asal Belu yang ada di Kota Kupang diantarany; Forum Solidaritas Mahasiswa Belu (FOSMAB), Ikatan Mahasiswa Malaka (IMMALA), Ikatan Mahasiswa Kobalima (Imako), Ikatan Mahasiswa Pelajar Rin Hat (Imaprih), Perhimpunan Mahasiswa Kobalima Timur (Permaskot), Himpunan Mahasiswa Raimanuk (Himar), Perhimpunan Mahasiswa Malaka Barat (Permalbar) dan Ikatan Mahasiswa Kanokar Liurai (Itakan Rai)
Di Gedung DPRD NTT, massa diterima oleh Ketua DPRD NTT Ibrahim Agustinus Medah dan berdialog di ruang rapat Kelimutu. Dalam dialog tersebut, Medah mengatakan, “Saya sependapat dengan adik-adik bahwa masalah ini harus segera dituntaskan. Karena itu kita akan undang lagi pemerintah untuk mendesak dan meminta pertanggungjawaban sejauh mana menyelesaikan sengketa batas ini. Saya akan berkoordinasi dengan teman-teman di DPR RI agar segera berkoordinasi dengan Kemendagri guna menyelesaikan masalah ini.” Dialog diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap dari SADANBETEMALAKA dan meyerahkan kepada ketua DPRD NTT.
Aksi kemudian dilanjutkan ke kantor Gubernur NTT untuk berdialog dengan Gubernur Frans Leburaya, tetapi Gubernur tidak dapat ditemui sehingga massa di terima oleh Wakil Gubernur NTT Esthon Foenay di ruang rapat Sekda NTT. Dihadapan Pendemo Esthon meminta Kepala Badan Pengelola Perbatasan Eduard Gana untuk turun ke Lotas da berkoordinasi dengan pemerintah dua Kabupaten dalam menyelesaikan sengketa batas ini.
Kepala badan Pengelola perbatasan di hadapan pendemo mengatakan bahwa masalah yang terjadi di Lotas adalah belum adanya kesepakatan di tingkat tokoh masyarakat terkait titik batas yang telah di atur  dalam Surat Keputusan Gubernur NTT No. 49/1971. Karena itu perlu ada persehatian batas.
Para Pengunjuk rasa mengakhiri dialog dengan Wakil Gubernur Esthon Foenay sekitar pukul 14.00 dengan memberi deadline kepada Pemerintah Provinsi NTT agar segera menyelesaikan masalah ini dalam waktu 10 hari. Jika dalam tenggat waktu itu masalah belum tuntas maka SADANBETEMALAKA akan kembali menggelar unjuk rasa dengan jumlah massa yang lebih besar lagi.

Selasa, 30 Oktober 2012

Pemuda Oepoli, Amfoang Timur dalam Semangat Sumpah Pemuda ke 84, 28 Oktober 2012


Para pembaca yang budiman, kali ini kita ketemu lagi dengan laporan perjalanan saya menuju perbatasan Indonesia-Timor Leste bersama rombongan Solidaritas Pemuda NTT untuk Mewujudkan  Perbatasan NKRI yang Aman, Sejahtera dan Damai, dalam rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda yang ke 84 bersama pemuda perbatasan di Oepoli kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang.
Dengan dua truk Dalmas milik Polres Kupang, rombongan yang jumlahnya kurang lebih 45 orang bergerak dari titik kumpul di kantor CIS Timor, menuju Oepoli pada  hari Jumat, 26 Oktober 2012, pukul  09.00 Wita.
Pukul 12.00 Wita, rombongan beristrahat di pinggir pantai di wilayah Kecamatan Fatuleu Barat untuk makan siang. Debu beterbangan dimana-mana karena kondisi jalan yang belum di aspal. Kami makan siang dengan lontong dan tempe goreng plus mi kering. Sekalipun berdebu, tapi rombongan tetap bersemangat dan lahap dalam menghabiskan makan siang.
Setelah makan siang, kami terus bergerak menuju Oepoli. Kami tiba di Oepoli sudah pukul 22.00 wita, dan kami disambut oleh masyarakat Oepoli di Gereja GMIT jemaat Hosana, yang sudah menunggu sejak pagi.  Pada kesempatan itu hadir juga anggota tentara dan polisi yang bertugas di Pos Perbatasan Oepoli. Setelah rombongan beristrahat sejenak dan makan sirih, selanjutnya rombongan dipersilahkan untuk makan malam. Selesai makan malam, rombongan diinapkan di SD GMIT Taloi, Desa Netemnanu Selatan.

27 Oktober 2012

Sekalipun masih kecapaian karena perjalan  darat yang sangat melelahkan, tapi hari ini kami tetap harus bangun pagi karena ada beberapa agenda kegiatan yang harus kami lakukan hari ini. Setelah mandi dan membersihkan diri, kami menuju Gereja GMIT jemaat Hosana untuk sarapan. Selesai sarapan, rombongan menuju ke dalam gereja untuk memulai kegiatan pembukaan perayaan Sumpah Pemuda yang ke 84.
Kegiatan dimulai dengan laporan ketua panitia pelasakana kegiatan; Simon, dimana dalam laporannya ketua panitia mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan di Oepoli sebagai wujud solidaritas pemuda NTT kepada pemuda dan masyarakat di Perbatasan Oepoli yang selama ini di anggap kurang mendapat perhatian dalam pembangunan fisik. Hal ini terlihat antara lain dengan buruknya kondisi jalan raya dari kupang menuju Oepoli. Selain itu Simon mengharapkan perhatian dari semua pihak untuk memperhatikan wilayah ini sebagai bagian dari NKRI.
Sementara itu, Ketua KNPI Kabupaten Kupang sekaligus koordinator rombongan;  Ren Dano dalam sambutannya mengatakan bahwa Alasan memilih Oepoi sebagai tempat pelaksanaan kegiatan sumpah Pemuda ke 84 ini adalah untuk menunjukan kepada kita semua bahwa Oepoli adalah Beranda terdepan NKRI yang harus mendapat perhatian, sekaligus untuk menumbuhkembangkan semangat menjaga keutuhan NKRI.
Lebih lanjut Ren Dano mengatakan bahwa pemuda dimanapun di Indonesia memiliki hak untuk merayakan Sumpah Pemuda, termasuk Pemuda di Perbatasan Oepoli. Diharapkan dengan momentum Sumpah Pemuda ini dapat mendorong kita untuk bekerja keras dalam mebangun bangsa Indonesia.
Bapak Thom Kameo yang mewakili masyarakat Oepoli, dalam sambutannya mengatakan bahwa ; akhir-akhir ini nilai sumpah pemuda sudah mulai pudar. Diharapkan dengan perayaan sumpah pemuda di daerah terpencil ini, dapat membangkitkan kembali semangat pemuda untuk terus bekerja dan berkarya untuk Negara. Kami juga mendorong pemuda untuk mengingat sejarah bahwa di masa lalu Kerajaan Amfoang pernah mengirim utusan untuk mengikuti acara sumpah pemuda di Kupang pada tahun 1928, dengan bukti membawa pulang sebuah bendera merah putih. Kami juga berharap supaya dengan semangat sumpah pemuda ini, kami juga dapat bangkit untuk ikut merasakan hasil pembangunan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia .
Kegiatan ini di buka oleh Kepala Dinas PPO Kabupaten Kupang, Bapak Titus Anin. Dalam sambutannya, Kadis Anin mengatakan bahwa jiwa membangun sangat dibutuhkan oleh pemuda sehingga apa yang sudah dikerjakan tetap terpelihara sehingga tidak mubasir. Kita harus tunjukan bahwa sekalipun di kampung, tetapi kita adalah terdepan bagi Negara Timor Leste, karena kita adalah daerah perbatasan; demikian Anin mengakhiri sambutannya dan membuka kegiatan memperingati hari Sumpah Pemuda ke 84 dengan resmi.
Kegiatan selanjutnya adalah Penyuluhan tentang Kesehatan Reproduksi dan HIV/AIDS kepada siswa SMA dan SMP serta masyarakat oleh BKKBN Kabupaten Kupang, Simulasi pembuatan bio gas oleh Geng Motor Imut dan pengobatan Gratis.
Dalam pengobatan gratis ini, masyarakat terlihat sangat antusias. Tercatat 80 pasien yang dilayani oleh 2 orang dokter yang di bantu oleh 2 orang tenaga perawat dari puskesmas Oepoli. Malamnya dilanjutkan dengan pemutaran film dan pembagian sembako kepada 82 orang masyarakat miskin yang membutuhkan.

28 Oktober 2012

Hari ini adalah hari puncak dari kegiatan sumpah pemuda yang melibatkan berbagai elemen yang tergabung dalam solidaritas Pemuda NTT untuk Mewujudkan Perbatasan NKRI yang Aman, Sejahtera dan Damai; antara lain dari DPD KNPI Prov. NTT; MPW Pemuda Pancasila; BP Pemuda GMIT Sinode; DPD KNPI Kab. Kupang; DPD KNPI Kota Kupang; Bengkel APPeK NTT; CISS Timor; Perkumpulan PIKUL; Geng Motor IMUT; KOMPAK; PMI Cab. Kab. Kupang; KMPA; AMPAFA; HIMARASI dan GMKI Cabang Kupang, dengan melakukan kerja bakti di rumah Pendeta atau Pastori dan memasang 2 buah prasasti depan Gereja GMIT Jemaat Hosana dan di pertigaan Pos Polisi dan Pos SATGAS PAMTAS Bataliyon Infanteri 312/KH Oepoli.
Selanjutnya rombongan bergerak kembali ke Kupang lewat Eban menyusuri pegunungan yang merupakan wilayah terdekat perbatasan NKRI-RDTL. Banyak harapan yang muncul dari masyarakat khususnya  warga amfoang tentang perhatian pemerintah kepada masyarakat Amfoang karena akses jalan yang sangat memprihatinkan.
Semoga saja, momentum Sumpah Pemuda dengan pemuda dan masyarakat perbatasan dapat memberikan makna terdalam kepada setiap pengambil kebijakan baik itu di eksekutif maupun legislative sehingga tidak ada diskriminasi dalam pembangunan di NTT.
Beberapa  warga yang saya temui serta beberapa peserta dalam rombongan  mengatakan bahwa ternyata Amfoang yang ada di Kabupaten Kupang yang merupakan kabupaten terdekat dengan Ibu kota Provinsi NTT sangat tertinggal dalam pembangunan. Akankah masyarakat terus memanen debu di musim panas dan menuai lumpur dan banjir di musim Hujan?
Semoga saja datang pertolongan Tuhan untuk menggerakan hati para pemimpin untuk memperhatikan kondisi Amfoang secara lebih serius.

Merdeka.!!!!!!!!

Selasa, 16 Oktober 2012

Meretas Asa Di Amfoang


Perjalanan yang melelahkan telah dimulai sejak pukul 05.00 Wita di hari Rabu, 5 september 2012. Dengan Bus Cahaya Biru yang penuh sesak dengan manusia dan barang, kami bergerak cepat menuju Naikliu, ibu kota Kecamatan Amfoang Utara, Kabupaten Kupang. Ini merupakan perjalanan pertama saya ke wilayah ini setelah kurang lebih 10 Tahun berada di Kota Kupang.  Saya menuju ke Amfoang Utara sebagai bagian dari menunaikan tugas yang akan saya jalani bersama Bengkel APPeK dalam Program Penguatan Kapasitas Perempuan Tani Serabutan. Perjalanan lancar-lancar saja ketika bis melewati jalanan beraspal mulus dari kupang sampai Desa Kalali di Kecamatan Fatuleu Barat.
Kami tiba di Rumah Makan Kasih di Desa Kalali yang dikelola oleh orang Timor pukul 07.30 Wita, yang mana ini adalah satu-satunya  Rumah makan yang akan kami temui sepanjang perjalanan ke Naikliu. Setelah bus berhenti, semua penumpang bergegas turun dan menuju rumah makan tersebut untuk membeli makan dan juga makan di rumah makan ini. Saya bersama beberapa penumpang memutuskan untuk membeli saja nasi bungkus dengan maksud, pada perhentian berikutnya baru akan kami makan. Setelah 40 menit berada di rumah makan tersebut, bis mulai bergerak kembali menyusuri jalanan berkerikil yang berdebu.
Debu menyambut kami dalam perjalanan yang pada awalnya saya kira akan singkat itu. Ternyata dugaan saya meleset jauh. Kami terus bergerak secara perlahan yang saya perkirakan kecepatan bis tidak lebih dari 40 sampai 60 Km perjam, melewati jalanan yang berlubang dimana-mana dan berdebu. Dalam pikiran saya, Negara Indonesia Telah merdeka selama 67 Tahun, tetapi kondisi wilayah ini jauh dari sentuhan pembangunan kemerdekaan. Rumah penduduk yang masih tradisional dan jauh dari kesan rumah sehat terhampar sepanjang jalan, sungai-sungai kering yang tanpa jembatan, yang jumlahnya puluhan. Hewan-hewan berkeliaran di antara rumput-rumput yang sudah mengering dengan dihiasi pepohonan yang meranggas karena kekeringan.
Ketika kami melewati wilayah Kecamatan Amfoang Barat Daya, saya menyaksikan bekas tenda perayaan 17 agustus yang masih berdiri kokoh. Saya lantas membayang kondisi dimana masyarakat berbondong-bondong merayakan 17  agustus yang merupakan hari keramat bagi bangsa Indonesia. Tetapi dibalik euforia 17 agustus yang telah berlalu, ternyata masyarakat hidup dalam kondisi yang sungguh memprihatinkan. Mengapa demikian?  Karena dengan kondisi dimana ada begitu banyak sungai yang tidak memiliki jembatan, maka ketika musim hujan tiba, praktis seluruh wilayah di Amfoang akan terisolasi.
Kami tiba di Amfoang Barat Laut, waktu menunjukan pukul 14.00,  perut sudah keroncongan sejak tadi, tetapi tidak ada tanda-tanda akan beristrahat. Saya menanyakan kepada kondektur apakah bis akan berhenti…?? Kondektur mengatakan bahwa kita sudah dekat dengan Naikliu jadi tidak akan berhenti lagi. Sedangkan seluruh bagian bis penuh debu, termasuk rambut penumpang yang sebelumnya hitam, sekarang sudah berubah jadi putih karena penuh debu.
Dalam kondisi kelaparan, saya bersama seorang penumpang lain yang bernama Bapak Nahum Lake memutuskan untuk makan di dalam bis yang sedang bergerak. Debu bercampur keringat menyatu dalam makanan yang kami nikmati. Sekalipun kondisi yang tidak baik, tetapi karena lapar, kami tetap menghabiskan makanan kami dalam kondisi terguncang dan berdebu.
Pukul 15.30 wita, bis memasuki desa  Afoan, kecamatan Amfoang Utara. Di sana sementara sedang dibangun pelabuhan feri yang nantinya akan melayani kapal feri  Alor-Kupang. Kami tiba di Naikliu pukul 16.00 wita, dimana kesan Kota Kecamatan di Naikliu langsung terasa. Rumah-rumah penduduk semuanya tertata rapi dengan bangunan permanen dan mengikuti gaya bangunan perkotaan. Belakangan saya ketahui bahwa ini adalah kelurahan, dengan pertokoan dan juga ada sebuah bangunan mesjid selain gereja yang ada di Nakliu. Ternyata kondisi jalan yang menggenaskan tersebut di ujungnya ada sebuah kota pantai dengan pemandangan yang luar biasa karena pada sore hari ada sunset.
Perjalanan yang sangat melelahkan, tetapi sungguh memberikan pengalaman yang berbeda. Mungkinkah pembangunan di wilayah Amfoang bisa berjalan dengan baik? Ini semua tergantung dari niat baik semua pihak untuk dapat memperhatikan kondisi ini, sehingga wilayah Amfoang yang potensial ini bisa menikmati pembangunan sebagaimana daerah lain di NTT. 
Tetap semangat, Warga Amfoang